Pernah gak? Udah ngechat panjang lebar tapi dijawabnya "y" doang; ngebaca chat temen anomali yang sering typo; atau sengaja ngelamain bales chat karena gengsi? Ternyata semua itu nyambung ke teori komunikasi verbal dan nonverbal, lho!
Dalam blog kali ini kita bakal liat gimana hubungannya semua itu dengan teori dalam komunikasi!
Dalam ilmu komunikasi, komunikasi bisa dibagi menjadi dua, yaitu:
Komunikasi verbal biasanya identik dengan cirinya yang:
Sedangkan, untuk komunikasi nonverbal, cirinya adalah:
Biasanya, anak-anak yang menonton kartun dengan permainan kata dan humor terselubung (misal: SpongeBob) bisa dengan mudah menganalisis makna dalam kata-kata dan bahasa.
Sedangkan, anak-anak yang menonton silent cartoon atau kartun tanpa dialog tapi mengandalkan suara tanpa kata, bahasa tubuh, dan ekspresi (misal: Shaun the Sheep) lebih peka terhadap perubahan emosi dan suasana.
Hal ini berhubungan dengan teori komunikasi verbal dan nonverbal.
Teori Interaksional (George Herbert Mead) menyatakan kalau bahasa sangat penting bagi orang untuk belajar dan merangkai sebuah makna dari suatu hal (termasuk humor); mengetahui diri sendiri seperti apa; dan mempelajari tentang dunia luar. Melalui interaksi dan komunikasi, seseorang dapat mengumpulkan lebih banyak data untuk diproses.
Teori Mediating (Charles Osgood) menyatakan saat seseorang menangkap pesan, terdapat intervensi atau perubahan makna pesan dari dalam (internal). Misalnya, ada seseorang yang menyampaikan hal netral, lalu ditangkap oleh lawan bicaranya menjadi tersinggung (karena memiliki trauma). Atau misalnya, seseorang lagi serius menerangkan, lawan bicaranya malah cekikikan (karena teringat lelucon dari suatu kata dari pesan itu).
Teori Pendekatan Etologi menjelaskan kalau ternyata, ekspresi seperti senyum, marah, dan sedih itu hampir konsisten di berbagai budaya, sehingga sebagian komunikasi nonverbal (seperti ekspresi) bersifat default (bawaan), universal, dan mudah dipahami secara langsung.
Teori Pendekatan Fungsional menjelaskan ternyata komunikasi nonverbal juga digunakan untuk mengatur percakapan, seperti menunjukkan ketertarikan atau minat, menambah konteks emosi dan suasana, atau mengatur alur percakapan.
Menariknya, tiap orang punya gaya bicaranya sendiri. Ada yang kalau ngomong suka panjang lebar; ada yang sering cuma ngasih emoji doang; ada yang cerewet tapi sayang; ada yang cuek tapi pas dibutuhin selalu ada; ada yang kaku dan gak asik; ada juga yang suka bercanda tapi juga sok asik.
Pada dasarnya, kita hanya perlu lebih peka untuk memahami dan menangkap apa yang ingin diri kita dan mereka sampaikan. Komunikasi itu gak cuma soal ngomong, tapi juga soal nangkap sinyal yang kadang gak terlihat.
Kalau kita lebih peka, lebih ngertiin cara orang menyampaikan sesuatu, komunikasi bakal lebih lancar dan enak. Karena pada akhirnya, komunikasi bukan soal banyaknya kata, tapi seberapa dalam kita bisa nyambung tanpa harus selalu ngomong panjang.
Kalau kalian sendiri gimana? Lebih suka komunikasi verbal atau nonverbal? Punya studi kasus teori lainnya? Coba tulis di kolom komentar ya!
0 Komentar