Apa sih yang bikin sesuatu kelihatan cool? Pemain basket, motor gede, outfit monokrom, mobil sport, handphone terbaru. Tanpa perlu dijelasin panjang lebar
Apa sih yang bikin sesuatu kelihatan cool? Pemain basket, motor gede, outfit monokrom, mobil sport, handphone terbaru. Tanpa perlu dijelasin panjang lebar, kita langsung ngerti bahwa semua itu “cool”. Tapi … kenapa? Apa karena tampilannya? Harganya? Popularitasnya? Atau mungkin karena kita pengen punya atau pengen jadi seperti itu juga?
Di balik semua yang dianggap keren, ternyata ada pola bawah sadar yang bekerja. Kita menganggap sesuatu itu 'cool' karena dia menyentuh sisi kita yang ingin dianggap kuat, bebas, berbeda, dan diinginkan.
Secara psikologis, cool adalah gabungan dari kesan dominasi, kepercayaan diri, dan kontrol. Orang atau benda yang terlihat “cool” biasanya:
Dengan kata lain, kita melihat mereka sebagai sesuatu yang “berisi”, tapi tidak haus validasi. Dan itu membuat kita kagum, kadang juga iri.
Menurut laporan It’s Lit dari Google dan YouGov, Gen Z menilai sesuatu itu “cool” jika hal itu terasa unik, otentik, membahagiakan, dan tidak berusaha keras untuk terlihat keren. Bukan sekadar tampilan, tapi tentang vibe yang terasa nyata.
Lebih dalam lagi, banyak hal yang kita anggap keren sebenarnya mencerminkan cita-cita sosial kita. Misalnya:
Kita memproyeksikan impian dan standar ideal kita ke benda-benda itu. Dan saat seseorang memilikinya atau bisa melakukannya, mereka jadi terlihat lebih unggul, dan itulah yang kita tafsir sebagai "cool".
Di sinilah muncul pertanyaan penting: Apakah "cool" itu selalu tentang pamer? Tentang bikin orang lain iri?
Kalau iya, kenapa kita sering ngerasa nggak nyaman sama orang yang "terlalu pamer", walaupun mereka pakai hal-hal keren?
Mungkin, karena itu bukan cool yang sebenarnya.
Kalau kita tarik dari makna literal, “cool” berarti dingin. Dan secara ilmiah, dingin menyerap panas. Dia bukan sumber panas, tapi peredamnya.
Dia tidak meledakkan emosi, tapi menyerap dan menenangkan. Dia tidak mengintimidasi, tapi justru memberi ruang.
Cool yang sejati bukan yang bikin orang lain merasa kecil, tapi bikin orang lain merasa aman.
Pernah lihat karakter dalam film atau anime yang terasa sangat cool? Bukan karena dia banyak ngomong atau stylish berlebihan. Tapi karena:
Sampai-sampai orang yang awalnya nyebelin bisa tunduk cuma karena auranya. Karakter seperti ini ngasih rasa sejuk, bukan tekanan.
Dalam sisi spiritual, konsep ini justru makin kuat. Nabi Ibrahim tidak terbakar api karena api tunduk. Bukan jadi panas, tapi malah menjadi dingin dan menyelamatkan. Nabi Muhammad ﷺ pun datang sebagai rahmat bagi alam, bukan ancaman.
Mereka tidak membakar dunia dengan amarah, tapi menyejukkan umat dengan kasih sayang, kejelasan, dan kekuatan batin.
Cool bukan hanya tentang tampil, tapi tentang menghadirkan vibe. Bukan tentang pusat perhatian, tapi pusat ketenangan. Karena orang yang benar-benar cool itu nggak membuat ruangan terasa tegang, tapi terasa lega. Nggak bikin kita merasa tertinggal, Tapi membuat kita merasa cukup.
Banyak hal yang dianggap “cool” oleh remaja hari ini justru adalah hal-hal yang mereka rasa bisa mencerminkan jati diri mereka sendiri. Bukan soal status sosial atau gaya hidup mahal, tapi soal makna, perasaan, dan koneksi emosional.
Laporan riset Google menunjukkan bahwa Gen Z lebih menghargai keaslian dan ketulusan sebagai ciri dari “coolness.”
Banyak yang terlihat keren, tapi meninggalkan rasa minder dan capek untuk ikut bersaing. Padahal, cool yang hakiki justru membuat yang lain ingin lebih tenang dan terinspirasi, bukan lebih sibuk mengejar dan diakui.
Cool yang sejati adalah ketika:
Kehadiranmu membuat jiwa yang susah, resah, marah, dan gerah … menjadi segar, tegar, benar, dan bersinar.
Stay aimin'!
Referensi
0 Komentar