Deadline pengumpulan naskah cuma sehari lagi dan besok harus dikumpulin. Aku bisa mikirin banyak ide, konsep, dan draf. Tapi aku juga terlalu asik mikir tanpa aksi untuk menulis karena takut naksahnya ga sempurna. Apakah pikiranku ini kelemahan atau kelebihan?
(Speech-to-Text tak sengaja teraktifkan. Teks-teks mulai bermunculan di layar, mengejar monolog yang tak sengaja didengar. Teks tersebut mengisi dirinya sendiri mengungkapkan isi hati.)
Aku: Kamu harus nulis sesuatu.
Gue: Tapi ya ... gw nggak yakin ini bagus.
Aku: Kamu belum juga mulai, gimana bisa tau jelek atau nggaknya?
Gue: Ya siapa tau? Masa gw harus buang waktu buat nulis draf yang mungkin aja bakal gagal?
Aku: Atau ... mungkin aja ... kamu harusnya bersyukur kamu bisa mikir sejauh ini?
Gue: Lah? Bukannya gara-gara mikir mulu kerjaan kita ga beres-beres?
Aku: Kamu sadar nggak? Dulu kamu bakal nulis apa aja tanpa mikir panjang, ga peduli isinya bermanfaat atau nggak. Tapi sekarang? Kamu bisa mikirin konsep, tema, dan makna. Bukannya itu ... progress?
Gue: Gw ga paham. Overthinking itu buruk! Dia menghentikan kita untuk bertindak, menahan kita dalam jebakan pikiran yang berulang dan berulang!
Aku: Memang benar, overthinking adalah sesuatu yang buruk. Segala sesuatu yang berlebihan itu buruk. Tapi ... aku liat kita berdua sedang berusaha untuk mengendalikan pikiran ini dari overthinking menjadi sesuatu yang lebih nyata...
(Tumpukan notifikasi antivirus dan jendela terminal tiba-tiba bermunculan, seketika menghentikan sesi Speech-to-Text.)
Yesterday
The Author pinned a message
Today
Tanggal telepon Anda tidak akurat. Sesuaikan waktu telepon Anda dan coba lagi.
📢Anda mengubah setelan grup untuk mengizinkan hanya admin yang dapat mengirim pesan ke grup ini
📢Anda mengubah setelan grup untuk mengizinkan agar semua peserta dapat mengirim pesan ke grup ini
Mohon Tuhan, untuk karya kali ini...
Bantulah hamba dalam … menyeimbangkan semua, pikiran di benakku.
6.1 Observasi Subjek
Subjek mengalami momen absurditas dengan menuliskan puisi penuh humor dan meme setelah berdebat dengan dirinya sendiri dalam manifestasi pikirannya yang terpisah dalam grup chat. Momen absurditas ini diakhiri dengan seruan bernadanya kepada Tuhan untuk menolongnya, dan seketika mendapati bahwa hati kosongnya telah kembali utuh. Hal ini menandakan bahwa fragmentasi suara internalnya kembali bersatu secara harmonis, mengembalikannya ke indentitas semula.
Subjek baru menyadari bahwa meja kerjanya, yaitu notepad sudah tidak kosong lagi. Pada akhirnya, subjek menyadari sesuatu yang selama ini luput dari perhatiannya. Allah sejak awal telah memberinya kelebihan berpikir, atau disebut over ... thinking? sebagai nikmat untuk berpikir jauh ke depan, menganalisa setiap kemungkinan, dan menciptakan berbagai ide. Namun, tanpa keseimbangan, overthinking tanpa bertindak justru menjadi jebakan berulang. Mempelajari berbagai materi, teori, rasionalisasi, logika, dan analisa, tetapi justru tersesat dalam kompleksitasnya sendiri.
Overthinking adalah pedang bermata dua. Satu sisi memberinya wawasan luas dan kreatifitas tanpa batas, tetapi sisi lainnya menahannya dalam ilusi tanpa aksi nyata. Allah telah memberikan jalan, tetapi manusialah yang harus melangkah.
Subjek menatap layar, menyadari bahwa selama ini yang ia anggap sebagai penghalang, justru adalah bahan bakar kreatifnya. Jika dulu ia hanya memikirkan ide tanpa eksekusi, maka sekarang ia tahu: ia harus menggunakan nikmat ini dengan benar.
Pada tahap ini, sorot mata subjek membaca ulang setiap kata yang telah ... aku tulis ...? Menyadari bahwa ia telah melakukan tindakan tanpa disadari. Kalimat terakhir yang diucapkannya dalam sesi observasi adalah:
"Ini aku yang bikin? Heh, kurasa overthinking-ku menghasilkan sesuatu, after all."
6.2 Analisis Koneksi dengan Al-Qur’an
6.2.1 Perubahan Hanya Terjadi Jika Dimulai dari Diri Sendiri
... اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْ ۗ ... ١١
"... Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka ..." (QS. Ar-Ra’d: 11)
Subjek menyadari bahwa stagnasi yang dialaminya bukanlah hasil dari kekurangan kemampuan, tetapi dari kurangnya aksi nyata. Ia selama ini hanya berpikir tanpa bertindak, yang membuatnya terjebak dalam siklus overthinking yang berulang. Ayat ini menggambarkan bahwa perubahan tidak akan terjadi jika seseorang tidak berusaha mengubah dirinya sendiri terlebih dahulu.
6.2.2 Kesempitan Hati Akibat Bisikan dan Keraguan
قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ ۙ ١ مَلِكِ النَّاسِ ۙ ٢ اِلٰهِ النَّاسِ ۙ ٣ مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ ەۙ الْخَنَّاسِ ۖ ٤ الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِ ۙ ٥ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ࣖ ٦
"Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, Raja manusia, sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.’" (QS. An-Nas: 1-6)
Selama observasi, subjek menunjukkan gejala kecemasan yang tinggi akibat overthinking. Ia kerap dihantui oleh bisikan negatif dalam pikirannya, yang membuatnya meragukan diri sendiri, merasa karyanya tidak cukup baik, dan khawatir terhadap penilaian publik. Hal ini menunjukkan bahwa bisikan-bisikan tersebut dapat mempersempit hati seseorang, sehingga menghambat keberaniannya untuk bertindak. Oleh karena itu, memohon perlindungan kepada Allah menjadi cara untuk membebaskan diri dari belenggu ketakutan dan keraguan yang tidak berdasar.
6.2.3 Manusia dalam Kerugian Jika Tidak Bertindak
وَالْعَصْرِ ۙ ١ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ ۙ ٢ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ࣖ ٣
"Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran." (QS. Al-‘Asr: 1-3)
Subjek menghabiskan waktu yang lama dalam siklus overthinking tanpa menghasilkan tindakan nyata. Hal ini sesuai dengan kandungan QS. Al-‘Asr yang menekankan bahwa manusia akan berada dalam kerugian jika hanya membiarkan waktu berlalu tanpa melakukan amal yang bermanfaat. Namun, subjek pada akhirnya menyadari bahwa berpikir tanpa bertindak adalah bentuk kerugian terbesar, sehingga ia mulai bergerak untuk menulis.
Allah memberi kelebihan pikiran bukan untuk aku jadikan overthinking, tapi agar aku bisa berpikir cerdas, positif, dan kreatif. Aku tak seharusnya memakai nikmat ini untuk berjalan di tempat, membuang waktu terjebak di dalam lingkaran pikiranku sendiri. Sudah saatnya aku benar-benar pahami, beraksi, dan melangkah...
* (Terlepas dari semua yang terjadi, kamu berhasil melewatinya.)
* (Kamu merealisasikan overthinking-mu sendiri menjadi sebuah karya.)
* (Sebuah nikmat yang akhirnya kamu gunakan dengan semestinya.)
* (Sekarang ... tinggal satu langkah lagi yang harus diselesaikan...)
Do you want to save changes to Untitled.txt?
[Outro: Author]
...
...
...
...
Dipikir-pikir, mikir mulu. Dipikir mulu, edan...
Tunggu apa lagi? Inilah saatnya
Do you want to save changes to Untitled.txt?
0 Komentar